Minggu, 25 April 2010

Bond Portfolio Immunization Length Method

Bond Portfolio Immunization Length Method



Yeti Widayanti
Faculty of Economics Universitas Kristen Satya Wacana


1. Preliminary

Investment can be interpreted simply as consumption temporarily postponed and will be in greater consumption in the future (Manurung, 2003: xvii). Investment can be done through various media investments such as money market, pasarmodal, mutual fund companies and other investment firms. Investment in capital markets have started to be known and understood Indonesian society in recent years and become an alternative investment option. Investing in bonds is an alternative investment made through the capital market.
Bonds (Hanafi, 2005:469). An instrument of debt incurred by the company and sold to investors. While Astuti and Prasetyo (2002: 123) defines a bond as a permanent trading of debt securities traded by the public, publishing agreed to pay a fixed interest rate for a certain period and will repay the total principal amount at maturity.
Research through bonds, particularly regarding the duration of measurement to form bonds immune (immune) against interest rate in Indonesia is still jarng done. Therefore the writer did penelitiaan about the use of the duration of corporate bonds to form a permanent berkupon immune (immune) against interest rate in Indonesia.

2. Literature Review

The concepts used in this study consisted of the duration of the bonds and portfolio immunization. Federick Macaulay (Rose, 2000) suggests that duration is the weighted average maturity of cash flows promised by the bond. Immunisation is a portfolio investment strategy that tries to protect pedapatan through securities which have a duration equal to the holding period of the diharpkan prospective investors (Rose, 2000:293). Bodi, Kane, Marcus (2000.471) explains that the strategies or tactics used by some investors to protect the portfolio from the ups and downs in interest rates. Based on the above two concepts can be concluded bahwaimunisasi portfolio is a strategy that investors do to protect the value of securities that are expected from exposure to changes in interest rates by equating the duration of the portfolio and holding period of the diharpkan from prospective investors.




3. Research methods

The population in this research is that corporate bonds are traded in the Indonesian capital market and listed on the Surabaya Stock Exchange period 2 January to 29 December 2003 with a total population of bonds 182. The research sample criteria include: berkupon bonds, fixed deposits with maturities of five years, actively traded, contains data on bond, coupon rate and maturity period, as well as having complete data for the calculation on five oktober2005 duration. This penyempelan technique using purposive sampling, which sampling techniques sempel which is based on certain criteria consistent with the objectives of research.

4. Discussion

Yield to Maturity (YTM) is the method of calculating income on the gain to investors if the value of coupons and save it until the term of the bonds at maturity. YTM of corporate bonds into the sample will be calculated based on the determination date is the date of 5 October 2005.
Length is the number of years required to repay the bonds on the basis of current cash flow calculation. In calculating the current cash flow each of the bonds, the YTM of the bonds is used as the discount rate. Modified Duration associated with an estimated percentage change in price due to changes in YTM. All Obtion free bonds have positive duration Modified, Modified Duration has an inverse relationship with percentage change in price because changes in YTM. This is a basic principle that the change in bond prices have an inverse relationship with interest rates. In this study, the sensitivity of bond prices bond yield to dilihatkan by this because it was in the Modified Duration penelitiaan used.

5. Cover

Conclusions of this study is the duration of which have the bonds in the sample pengguanan memilki average 2.20 years, with the shortest duration of 1.98 years and the longest duration of 2.43 years.
Driving patterns of corporate bond yield curve in Indonesia which is not considered a major cause of parallel immunization dapatdilakukan portfolio not bonds. The limitations of this study is on the immunization of single bonds with maturity of five years. In the period of research conducted only when the bond portfolio immunization drive yeard curve patterns are not parallel, so that the study was not done at the time of the driving pattern of parallel yield curve, in this study also have obligations to be fulfilled and the formation of bond portfolios.
As consideration for future research, researchers can focus on existing portfolio of bonds with maturities of bonds which have varied. Further research is also considered to simulate the mobilization of immunization at the time of a parallel yield curve. It can be used as a consideration and comparison of the effectiveness pengguanan method for immunization portfolio duration at a parallel yield curve. Establishment of bond portfolios can be used to fulfill obligations such as pension funds and insurance installments.












Imunisasi Portofolio Obligasi Dengan Metode Durasi

Yeti Widayanti

Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana

1. Pendahuluan

Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai konsumsi yang ditunda sementara waktu dan akan di konsumsi lebih besar di masa mendatang ( manurung, 2003:xvii ). Investasi dapat dilakukan melalui berbagai media investasi,seperti pasar uang,pasarmodal,perusahaan reksadana dan perusahaan-perusahaan investasi lainnya. Investasi pada pasar modal sudah mulai dikenal dan dipahami masyarakat indonesia beberapa tahun terakhir dan menjadi alternatif pilihan investasi. Investasi dalam obligasi merupakan salah satu alternatif investasi yang dilakukan melalui pasar modal.

Obligasi(Hanafi, 2005:469). Merupakan instrumen surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan dan dijual ke investor. Sedangkan Astuti dan Prasetyo(2002: 123) mendefinisikan obligasi sebagai efek hutang perdagangan tetap yang diperdagangkan oleh masyarakat, penerbitannya setuju untuk membayar sejumlah bunga tetap untuk jangka waktu tertentu dan akan membayar kembali jumlah nilai pokok pada saat jatuh tempo.

Penelitian melalui obligas, khususnya mengenai pengukuran durasi untuk membentuk obligasi yang imun (kebal) terhadap tingkat suku bunga di indonesia masih jarng dilakukan. Oleh sebab itu penulis melakukan penelitiaan tentang penggunaan durasi untuk membentuk obligasi korporasi berkupon tetap yang imun (kebal) terhadap tingkat suku bunga di indonesia.

2. Kajian Literatur

Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari durasi obligasi dan imunisasi portofolio. Federick Macaulay ( Rose, 2000) menyatakan bahwa durasi adalah rata-rata tertimbang waktu jatuh tempo dari arus kas yg dijanjikan oleh obligasi. Imunisasi portofolio adalah strategi investasi yang mencoba untuk melindungi pedapatan yang melalui surat berharga yang memiliki durasi sama dengan holding period yang diharpkan calon investor (Rose, 2000:293). Bodi,Kane,Marcus (2000,471)menjelaskan bahwa adalah strategi atau taktik yang digunakan oleh beberapa investor untuk melindungi portofolio dari turun naiknya tingkat suku bunga. Berdasarkan dua konsep diatas dapat di simpulkan bahwaimunisasi portofolio adalah strategi yang dilakukan investor untuk melindungi nilai yang diharapkan dari surat berharga terhadap risiko perubahan suku bunga dengan menyamakan durasi dari portofolio dan holding period yang diharpkan dari calon investor.

3. Metode penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah obligasi korporasi yang diperdagangkan di pasar modal indonesia dan terdaftar di Bursa Efek Surabaya periode 2 Januari sampai 29 desember 2003 dengan jumlah populasi 182 obligasi. Sampel penelitian dengan kriteria antara lain : obligasi berkupon tetap, memiliki jatuh tempo lima tahun, aktif diperdagangkan, memuat data obligasi, tingkat kupon dan jangka jatuh tempo, serta memiliki data lengkap untuk perhitungan durasi pada tanggal 5 oktober2005. teknik penyempelan ini dengan menggunakan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sempel yang di dasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Pembahasan

Yield to Maturity (YTM) adalah metode penghitungan penghasilan yang di peroleh para investor jika kupon dan nilai obligasi di simpan sampai jangka jatuh tempo. YTM obligasi korporasi yang menjadi sampel akan dihitung berdasarkan tanggal penetapan yaitu tanggal 5 oktober 2005.

Durasi adalah jumlah tahun yang dibutuhkan untuk melunasi obligasi dengan dasar perhitungan aliran kasnya saat ini. Dalam menghitung aliran kas saat ini masing-masing obligasi, YTM obligasi digunakan sebagai discount rate. Modified Duration berhubungan dengan perkiraan persentasi perubahan harga yang disebabkan perubahan YTM. Semua Obtion free bond memiliki Modified duration positif,Modified Duration memiliki hubungan yang terbalik dengan persentase perubahan harga karna perubahan YTM. Hal ini adalah menjadi prinsip dasar bahwa perubahan harga obligasi memiliki hubungan yang terbalik dengan tingkat suku bunga. Dalam penelitian ini, sensitivitas harga obligasi terhadap yield obligasi ingin dilihatkan oleh karna itu dalam penelitiaan ini Modified Duration digunakan.

5. Penutup

Kesimpulan pada penelitian ini adalah Durasi yang memilki obligasi dalam pengguanan sampel memilki rata-rata 2,20 tahun dengan durasi terpendek 1,98 tahun dan durasi terpanjang 2,43 tahun.

Pola penggerak yield curve obligasi korporasi di Indonesia yang tidak paralel dinilai merupakan penyebab utama imunisasi portopolio obligasi tidak dapatdilakukan. Adapun keterbatasan penelitian ini ada pada imunisasi obligasi tunggal yang memiliki jatuh tempo 5 tahun. Pada periode penelitian hanya dilakukan imunisasi portopolio obligasi pada saat pola penggerak yeard curve tidak paralel, sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan pada saat pola penggerak yield curve paralel , dalam penelitian ini juga terdapat kewajiban yang ingin dipenuhi dari pembentukan portofolio obligasi.

Sebagai pertimbangan untuk penelitian mendatang peneliti dapat fokus ada portofolio obligasi dengan obligasi yang memilki jatuh tempo yang bervariasi. Dalam penelitian selanjutnya juga dipertimbangkan simulasi imunisasi pada saat penggerakan yield curve paralel. Hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dan perbandingan efektifitas pengguanan metode durasi untuk imunisasi portofolio pada saat yield curve paralel. Pembentukan portofolio obligasi dapat digunakan untuk pemenuhan kewajiban misalnya pada saat dana pensiun dan angsuran asuransi.

NILAI EKONOMI BARANG KEBUDAYAAN

NILAI EKONOMI BARANG KEBUDAYAAN

Oleh : Amiluhur Soeroso ( Staf Pengajar STIE Pariwisata API )

Y. Sri Susilo ( Staf Pengajar Universitas Atma Jaya Yogyakarta )

Abstrak

Barang publik diketahui barang-barang yang non-rival dan non-dikecualikan. Ini berarti bahwa konsumsi baik oleh satu individu tidak mengurangi ketersediaan barang untuk konsumsi oleh orang lain, dan bahwa tidak ada satu secara efektif dikeluarkan dari menggunakan yang baik. Akibatnya, menilai manfaat yang baik adalah relatif lebih rumit. Tujuan makalah ini adalah untuk mendiskusikan metode untuk menilai manfaat ekonomi dari barang warisan budaya. Metode terdiri dari mengungkapkan (pasar pengganti) dan lain (disajikan) preferensi i. e. hedonik harga, biaya perjalanan, pasar hipotetik, penilaian kontingen, dan analisis konjoin. Jelas bahwa layanan warisan budaya tidak bebas, sumber daya yang langka, pilihan objektif, memberikan indikasi kinerja ekonomi dan membimbing kebijakan publik i. e. pajak, subsidi, konservasi dan biaya pemulihan, kompensasi dan sebagainya.

Kata Kunci: barang warisan budaya, nilai manfaat, mengungkapkan, menyatakan, kompensasi.

Pendahuluan

Pada dasarnya ciri benda atau barang kebudayaan, termasuk juga benda cagar budaya (BCB), tidaklah jauh berbeda dengan barang lingkungan lainnya yang diproduksi oleh alam seperti udara dan air bersih, panorama alam dan sebagainya. Keduanya memiliki sifat sebagai barang publik yang bersifat tidak bersaing artinya manfaat yang dinikmati seseorang tidak akan menimbulkan biaya terhadap individu lain yang kemudian menikmatinya. Selain itu tidak dapat eksklusif dimiliki oleh perseorangan.

Dalam konteks ekonomi benda, barang atau sering disebut juga sebagai modal atau sumberdaya kebudayaan merupakan sebuah produk. Aset atau sumberdaya tersebut dianggap sebagai modal karena dapat memberikan kontribusi, dan bahkan dapat pula berkombinasi dengan berbagai input dari produksi barang dan layanan jasa lainnya. Karena merupakan sebuah modal, maka logikanya fitur kebudayaan tersebut tentunya memiliki nilai, atau afdol disebut sebagai “nilai kebudayaan”, yang dapat didekati dari banyak aspek seperti antropologi, sosiologi, ekonomidan lain-lain.

Barang kebudayaan memiliki dua nilai yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Nilai ekstrinsik merupakan jumlah maksimum kesediaan konsumen membayar untuk memperoleh akses terhadap suatu barang. Pada barang kebudayaan, nilai ekstrinsik yang diperoleh pengguna adalah cerminan jumlah uang terbesar yang bersedia dibayar, dan senyatanya melebihi ongkos sebenarnya untuk mendapatkan akses terhadap sumberdaya tersebut. Total nilai ekstrinsik barang kebudayaan merupakan jumlah total kesediaan membayar pengguna secara individu.

Adapun nilai intrinsik adalah manfaat yang diterima konsumen karena mereka dapa menikmati artefak kebudayaan yang dilindungi. Di sini terkandung nilai eksistensi, nilai pilihan karena menimbulkan pilihan apakah akan dilindungi atau tidak, apakah akan dipreservasi, dikonservasi atau tidak, apakah akan dikembangkan atau dibiarkan mati, dan nilai warisan karena barang tersebut akan diwariskan bagi generasi mendatang.

Throsby (1999) mengatakan bahwa barang kebudayaan adalah modal penghasil nilai kebudayaan karena memasukkan unsure nilai yang dimiliki masyarakat seperti sosial, sejarah dan dimensi kebudayaan lainnya. Dengan begitu, di dalam barang kebudayaan terkandung nilai estetika, spiritual, sosial, sejarah, simbolis dan keaslian.

Dengan demikian, nilai ekonomi adalah ukuran jumlah maksimum suatu produk lainnya ; atau memperlihatkan kesediaan perseorangan membayar manfaat atau menghindari biaya penurunan fungsi barang tersebut (misalnya kerusakan patung, candi). Konsep ini secara formal disebut kesediaan individu untuk membayar (willingness to pay, WTP) produk yang dihasilkan oleh sumberdaya kebudayaan. WTP dapat diartikan pula sebagai jumlah kesediaan maksimum individu membayar agar barang kebudayaan terhindar dari penurunan kondisi. Dengan ukuran tersebut, nilai barang kebudayaan dapat ditransformasikan ke dalam bahasa ekonomi yaitu dengan mengukur nilai moneter produknya.

Pembahasan

Mengapa Perlu Penilaian ?

Banyak sumberdaya diilai memakai harga pasar, namun kebanyakan darinya dinilai secara tidak sempurna atau tidak menyeluruh, karena sifatnya sebagai barang publik yang tidak dapat dibagi, tidak eksklusif dan juga informasi yang terbatas tentang barang tersebut di pasar. Karena ketidak-efisienan pasar tersebut maka dengan menggunakan harga pengganti sumberdaya yang secara umum ada, tidak akan merefleksikan nilai pasar yang sesungguhnya, sehingga sumberdaya tersebut tersedia hanya dalam kuantitas terbatas, absolut atau berbiaya tinggi untuk menggunakannya. Jika terjadi kesalahan alokasi menyebabkan masalah ekonomi (Field dan Field, 2006).

Namun meskipun sumberdaya terbatas, manusia tetap harus membuat pilihan yaitu :

  1. Memanfaatkan atau tidak,
  2. Mengembangkan aktivitas yang berhubunga dengannya, atau
  3. Mengembangkan secara terbatas untuk melindungi eksploitasi sumberdaya.

Untuk mengestimasi manfaat dan ongkos pembangunan serta biaya konservasi relatif mudah, sedangkan untuk mengestimasi manfaat konservasi menjadi persoalan yang sulit dilakukan karena sifatnya yang seringkali merupakan bauran moneter dan manfaat non-pasar. Jika manfaat non-pasar sulit diukur maka kemungkinan keputusan cenderung biasa (Pearman et al., 1999).

Metoda Valuasi

Prinsip valuasi modal kebudayaan sebagai sebuah sumberdaya pada dasarnya sama dengan metode valuasi dalam bidang lingkungan hidup, yang terbagi dua yaitu penilaian tidak langsung atau menggunakan preferensi konsumen sacara tersembunyi atau dikenal juga sebagai metode pasar pengganti dan penilaian langsung atau menggunakan preferensi yang dinyatakan.

Di dalam penilaian tidak langsung terdapat metode produktivitas, pemberian harga hedonis, biaya perjalanan. Sementara itu, pada penilaian langsung menggunakan metode pasar buatan, valuasi kontingensi atau pasar artificial.

Pertama, pendekatan produktivitas. Teknik ini biasanya berhubungan dengan kualitas barang kebudayaan yang dianggap sebagai faktor produksi Perubahan kualitas modal kebudayaan menjurus pada perubahan dalam produktivitas dan biaya produksi sehinga harga-harga serta tingkat hasil juga berubah dan ini dapat diukur. Sebagai analogi, polusi mengakibatkan patung besi berkarat ; kerusakan dihindari dengan cara merawat, mengganti atau mngecatnya; biaya perbaikan disetarakan dengan nilai manfaat untuk meniadakan karat pada patung tersebut.

Kedua, pendekatan biaya perjalanan. Pendekatan ini dipakai untuk menilai barang-barang yang “underpriced” atau dinilai terlalu rendah. Filosofinya, meskipun pada dasarnya obyek kebudayaan, misalnya candi, merupakan barang publik namun permintaan untuk mengakses barang tersebut dipengaruhi oleh permintaan barang privat seperti sarana transportasi. Selain itu, permintaan barang kebudayaan dipengaruhi pula oleh penghasilan individu. Semakin tinggi penghasilan individu diestimasikan semakin besar pula permintaan terhadap barang kebudayaan.

Oleh karena itu, esensi metode ini adalah meneliti perilaku pengeluaran berdasarkan biaya perjalanan untuk mengkonsumsi barang tersebut. Biaya bepergian ke tempat barang kebudayaan berada mempengaruhi kuantitas kunjungan. Teknik ini terbagi dua yaitu metode biaya perjalanan berdasarka zonasi dan individual.

Langkah-langkah penggunaan metode biaya perjalanan :

  1. Mengidentifikasi lokasi dan menggunakan survei kuesioner untuk mengumpulkan data dari wisatawan dengan mengeksplorasi biaya perjalanan yang mereka keluarkan dar tempat origin sampai di tempat tujuan, jumlah kunjungan ke lokasi tersebut, preferensinya, karakteristik sosial-ekonomi, dll.
  2. Menspesifikasikan model fungsi biaya perjalanan
  3. Menurunkan kurva permintaan dan mengestimasi surplus konsumen melalui integrasi di bawah kurva permintaan
  4. Menghitung agregat surplus konsumen di lokasi tersebut.

Ketiga, metode harga hedonis, yang dirancang berdasarkan teori konsumen yang berasumsi bahwa setiap barang menyediakan serangkaian karakteristik atau atribut. Pasar barang dapat dijadikan sebagai input perantara pada proses produksi dari atribut-atribut dasar yang sesungguhnya diminta individu. Sebagai contoh, sebagai rumah, dapat dikatakan sebagai permintaan turunan; sebab kecuali untuk berteduh dapat juga diakses untuk berbagai kegiatan seperti sekolah, atau aktifitas kebudayaan bahkan ruang terbuka dan sebagainya.

Selanjutnya, metode keempat adalah teknik penilaian secara langsung atau preferensi yang dinyatakan. Teknik dalam metode ini adalah valuasi kontingensi dan analisis conjoint. Berbeda dengan pendekatan tidak langsung, penilaian ekonomi sumberdaya kebudayaan dapat diperoleh langsung dengan menanyakan kepada individu atau masyarakat terhadap kesediaan mereka untuk membayar produk yang dihasilkan oleh suatu sumberdaya.

Kesimpulan

Beberapa hal yang perlu dicatat dari valuasi barang kebudayaan adalah :

  1. Mengingatkan bahwa layanan yang diberikannya tidak gratis tetapi mempunyai harga dan nilai yang seringkali tidak terdeteksi oleh mekanisme pasar,
  2. Memberikan isyarat bahwa sumberdaya tersebut bersifat langka,
  3. Menerjemahkan dampak suatu kegiatan/proyek/aktivitas menjadi nilai yang dapat dibandingkan dan dipadukan dengan analisis manfaat-biaya finansial dan ekonomi sehingga pengambilan keputusan lebih adil dan menghindari pertimbangan kualitatif dan tidak obyektif,
  4. Memberikan indikasi kinerja ekonomi, memberikan arahan untuk kebijakan publik seperti : pajak, subsidi, biaya konservasi, biaya pemulihan, biaya ganti rugi, biaya pencegahan dan sebagainya.

Dengan demikian hasil estimasi, pertama, dapat digunakan untuk memberikan valuasi terhadap nilai barang kebudayaan itu. Kedua, estimasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat investasi yang layak dengan memberikan perlindungan terhadap barang kebudayaan. Ketiga, hasil valuasi dapat mendukung keputusan jika pilihan harus dibuat di antara tujuan yang saling bertentangan di dalam pelestariannya. Keempat, penilaian sangat berguna dalam pembuatan keputusan pendanaan terhadap barang kebudayaan. Oleh karena itu, sekali lagi ditegaskan bahwa nilai ekonomi hasil valuasi barang atau sumberdaya kebudayaan atau benda cagar budaya tersebut mencerminkan manfaatnya yang diberikan bagi umat manusia, bukan harganya.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PADA BANK UMUM DEVISA PASCA KRISIS EKONOMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PADA BANK UMUM DEVISA PASCA KRISIS EKONOMI

Oleh : Luciana Spica Almilia (Staf pengajar STIE Perbanas Surabaya)

Riski Aprillia Nita (Alumnus STIE Perbanas Surabaya)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang memprediksi kinerja keuangan Bank Asing Exchange setelah periode krisis ekonomi. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah jatah keuangan CAMEL dan sensitivitas variabel ekonomi makro. Sebuah sampel yang terdiri 23 Bank Devisa terlibat dalam penelitian ini, sedangkan tiga variabel makroekonomi adalah suplai uang, indeks harga konsumen, dan suku bunga SBI. Metode stepwise regresi berganda digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil membuktikan bahwa di antara ransum CAMEL keuangan, hanya rasio kecukupan modal (CAR) terbukti memiliki dampak terhadap Keberlanjutan Keuangan Rasio (FSR). Sedangkan sensitivitas variabel ekonomi makro terbukti tidak memiliki dampak apapun pada Keberlanjutan Keuangan Rasio (FSR).

Kata kunci: kinerja bank, CAMEL, rasio kesinambungan keuangan, sensitivitas variabel ekonomi makro, regresi linier

Pendahuluan

Kondisi perbankan di Indonesia selama lima tahun terakhir, meskipun krisis moneter sudah berlalu, masih menunjukkan terdapatnya bank-bank yang belum dapat memenuhi ketentuan solvabilitas, likuiditas, profitabilitas maupun standar kepatuhan sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia. Hal tersebut mendorong terjadinya merger maupun terdapatnya bank yang dinyatakan beku operasi, sehingga mengakibatkan penurunan jumlah bank di Indonesia. Selama tahun 2001-2005, banyak kasus-kasus perbankan di Indonesia, pasca penyehatan perbankan setelah terjadinya krisis moneter tahun 1997. Beberapa kasus tersebut diantaranya pencabutan izin usaha Bank Credit Agricole Indosuez, penutupan Bank Dagang Bali dan Bank Asiatic, divestasi bank-bank rekapitulasi, merger dan pembekuan bank.

Kinerja perbankan belum sepenuhya bisa kembali sebagaimana sebelum krisis, meskipun pemerintah bersama Bank Indonesia telah melakukan berbagai tindakan untuk pemulihan. Kebijakan perbankan sepanjang tahun 2002 telah difokuskan pada kesinambungan upaya untuk mempercepat restrukturisasi perbankan. Namun terdapat ketidakstabilan kondisi fundamental ekonomi maupun gejolak sosial dan politik yang melatarbalakangi lambatnya proses pemulihan sector perbankan. Perkembangan perbankan selama tahun 2004 ini menunjukan kinerja yang membaik sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi makro di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan indikator-indikator utama perbankan yan terus menunjukkan tanda-tanda membaik, seperti LDR, NPL, profitabilitas dan CAR. LDR perbankan cenderung meningkat meskipun masih berada di sekitar 50 persen, sementara NPL terus menurun meskipun belum mencapai angka di bawah 5 persen sebagaimana yang diinginkan Bank Indonesia.

Untuk menilai pertumbuhan suatu bank, digunakanlah rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan yang berperan dalam perkembangan suatu bank terdiri dari :

- Rasio Efisiensi Operasional

- Rasio Kualitas Portofolio

- Rasio Kemampuan Berkelanjutan (meliputi Kemampuan Operasional Berkelanjutan dan Kemampuan Finansial Berkelanjutan)

Dari ketiga rasio tersebut, rasio berkelanjutanlah yang merupakan rasio penentu bahwa tinggi rendahnya tingkat profitabilitas bank ditentukan oleh tinggi rendahnya rasio berkelanjutan. Salah satunya adalah Financial Sustainability Ratio yang merupakan rasio tambahan minimum modal sendiri. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan suatu bank dan kemampuan suatu bank dapat melanjutkan kinerja keuangannya atau tidak, maka digunakanlah rasio tersebut untuk menganalisis kondisi dan kinerja suatu bank.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut tentang “Faktor-Faktor yang Memprediksi Kinerja Keuangan pada Bank Umum Devisa secara kuantitatif Pasca Krisis Ekonomi (2000-2005)”. Secara lengkap, penelitian ini akan memaparkan tentang Financial Sustainability Ratio sebagai variabel dependen terhadap rasio keuangan bank dan sensitifitas variabel makro ekonomi dimulai dari latar belakang penelitian, konsep teori yang mendasari penelitian dan analisis hasil serta kajian terkait dengan riset-riset yang telah ada sebelumnya.

Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Menurut Soeksmono dalam Amalia Rizky (2004) menyebutkan bahwa definisi Financial Sustainability adalah :

Alat ukur untuk menilai efisiensi suatu lembaga. Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tiap periodenya sehingga dapat diketahui kinerja keuangan dari bank tersebut agar dapat melanjutkan kegiatan operasinya atau tidak. Rasio ini digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja banknya. Rasio ini digunakan sebagai indikator terhadap keberlanjutan suatu bank, juga sebagai target penambahan modal sendiri.

Bank dapat melanjutkan kegiatan operasinya diharuskan untuk melakukan usaha atau menunjang kegiatan operasionalnya, yaitu dngan menambah pendapatan suatu bank. Media yang menjadi fokus dalam mengkomunikasikan Financial Sustainability terbagi menjadi tiga elemen yaitu : Besaran penerimaan atau level hutang, saldo anggaran dan persentase kenaikan pendapatan setiap tahun.

Robert Cull, Asli Dermiguc-Kunt dan Jonathan Morduch (2006) ingin membuktikan manakah yang lebih penting antara biaya yang dikeluarkan terkait dengan peningkatan kemampuan staf dan pemberian pelayanan kepada customer. Data penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan dari 124 perusahaan di 49 negara dengan periode pengamatan 1999-2002 yang diperoleh dari Microbanking Bulletin. Variabel dependen penelitian ini adalah profitabilitas yang diwakili dengan indikator financial self-sufficiency, operation self-sufficiency dan Return On Total Asset (ROA). Hasil penelitian membuktikan bahwa meningkatnya tingkat suku bunga memiliki hubungan dengan peningkatan kemampuan keuangan peminjam individu dimana peminjam individu memiliki hubungan positif dan signifikan dengan indikator profitabilitas.

Penilaian Kesehatan Bank

Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehatdan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan bagaimana bank tersebut harus dijalankan dengan baik atau bahkan dihentikan operasinya.

Metode atau cara penilaian tingkat kesehatan bank tersebut di atas kemudian dikenal sebagai metode CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity). Perhitungan yang digunakan dalam analisis rasio ini sebenarnya relatif sederhana, namun interpretasi terhadap rasio tersebut merupakan masalah yang cukup kompleks. Oleh karena itu, efektifnya rasio keuangan ini menginterpretasi rasio-rasio yang digunakan. Teknik analisis rasio memberi gambaran, posisi atau keadaan suatu bank. Beberapa penilaian kesehatan tersebut (telah dirasiokan) meliput :

  1. Faktor Permodalan (Capital)

Pada aspek permodalan ini yang dinilai adalah permodalan yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada : CAR, ATMR yang telah dibobot sesuai tingkat bobot resiko yang telah ditentukan, APYD, DPR dan Retention Rate,

  1. Faktor Kualitas Asset (Asset Quality)

Aspek kualitas asset ini merupakan penilaian jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank, yaitu dengan cara sebagai berikut : BDR dan Cadangan Aktiva yang Diklasifikasikan,

  1. Faktor Manajemen (Management)

Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas SDM dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari pendidikan serta pengalaman karyawan dalam manangani berbagai kasus-kasus yang terjadi. Komponen factor manajemen terbagi menjadi : Manajemen Umum, Penerapan Sistem Manajemen Resiko dan Kepatuhan Bank,

  1. Faktor Rentabilitas (Earning)

Pada aspek rentabilitas ini, yang dilihat adalah kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai bank. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Metode penilaiannya dapa juga dilakukan dengan : ROA, ROE, BOPO, NPL,

  1. Faktor Likuiditas (Liquidity)

Pada aspek likuiditas ini, penilaian didasarkan atas kemampuan bank dalam membayar semua kewajibannya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat memenuhi semua permohonan kredit yang layak untuk disetujui. Terdiri dari : LDR, Net Call Money to Current Asset.

Variabel Makro Ekonomi

Makro Ekonomi adalah bidang ilmu yang mempelajari keseluruhan ekonomi dalam bentuk jumlah barang dan jasa yang diproduksi, total pendapatan yang dihasilkan, tingkat pengangguran, serta sifat-sifat umum harga barang. Ekonomi makro dapat digunakan sebagai cara terbaik untuk menganalisis pengaruh target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.

Pengaruh Money Supply (M2) terhadap Financial Sustainability Ratio adalah positif, artinya angka multiplier M2 yang besar menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian berjalan dengan cepat karena uang primer yang keluar dari bank sentral dengan cepat mengalami penggandaan oleh BPUG. Sebaliknya, angka multiplier M2 yang kecil menunjukkan kegiatan perbankan sedang mengalami kelesuan.

Angka multiplier M2 yang terlalu tinggi perlu diwaspadai, karena ada kemungkinan sistem perbankan over ekspansive yang dapat menyebabkan kejatuhan bank-bank dan mendorong timbulnya krisis.

Pengaruh Indeks Harga Konsumen Umum (IHK) terhadap Financial Sustainability Ratio adalah negatif, artinya besarnya indeks tersebut dapat mengindikasikan peningkatan inflasi yang menyebabkan tingkat kebutuhan konsumen meningkat dan keinginan untuk melakukan tindakan saving menjadi berkurang. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap Financial Sustainability Ratio adalah negatif, artinya peningkatan suku bunga SBI akan mengakibatkan maturitas pinjaman yang semakin besar sehingga tingkat kinerja bank akan mengalami penurunan pertumbuhan bank tersebut.

Metoda Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang tercantum pada Direktori Perbankan Indonesia pada periode pasca krisis ekonomi, yaitu tahun 2000-2005 dan memiliki total asset kurang dari atau sama dengan 50 triliun dan Laporan Bulanan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia untuk indikator makro ekonomi. Pengambilan sampel menggunakan cara non-probabilitas, dimana besarnya peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak diketahui. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampel bertujuan berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu suatu metode pengambilan sampling dengan maksud untuk tujuan tertentu, yaitu mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh sudah dalam bentuk jadi/data yang sudah diolah. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder terdiri atas :

  1. Data sekunder berupa Laporan Keuangan Tahunan Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode 2000-2005,
  2. Indikator makro ekonomi diambil dari Laporan Bulanan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Untuk Indikator Makro Ekonomi.

Analisis Data

Sebelum dilakukan pengujian regresi berganda, dilakukan pengujian asumsi klasik normalitas, multikolinieritas, outokorelasi dan hetroskedasitas. Dan hasil pengujian asumsi klasik menunjukan bahwa model yang digunakan berdistribusi normal dan terbebas dari multikolinieritas, outokorelasi dan hetroskedasitas. Dari hasil uji F menunjukkan bahwa variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh terhadap variabel dependen, dimana probabilitas signifikansi sebesar 0,022 lebih kecil dari 0,05.

Secara keseluruhan, keadaan Return On Total Asset paling baik ditunjukkan pada tahun 2005 dengan nilai rata-rata terbesar yaitu 1,90 persen dibandingkan rata-rata secara keseluruhan sebesar 0,38 persen dan rata-rata data tiap tahun yang digunakan selama periode penelitian. Sebaliknya, kinerja bank kemungkinan terjadi penurunan pada tahun 2000 karena Return On Total Asset memiliki nilai terendah sebesar -3,91 jauh dibawah rata-rata secara keseluruhan yang bernilai positif. Kesimpulannya distribusi data pada rasio ini kurang baik, sehingga memungkinkan untuk memiliki nilai yang tidak signifikan.

Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan sampel 23 Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang mempublikasikan laporan keuangannya pada Direktori Perbankan Indonesia periode tahun 2000-2005 dan memiliki total asset kurang dari atau sama dengan 50 triliun dan laporan bulanan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia untuk indikator makro ekonomi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan metode stepwise selection. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris atas dua hipotesis yang secara simultan dapat digunakan untuk memprediksi kinerja keuangan perbankan pada Bank Umum Devisa, dengan hasil sebagai berikut :

- Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabel CAR yang berpengaruh signifikan terhadap Financial Sustainability Ratio (FSR). Model regresi secara fit dapat digunakan untuk memprediksi Financial Sustainability Ratio (FSR) pada periode pasca krisis dengan nilai signifikasi sebesar 0,022.

- Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini menunjukan bahwa sensitifitas variabel makro ekonomi yaitu money supply (S_M2), Indeks Harga Konsumen Umum (S_IHK) dan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (S_SBI) tidak berpengaruh terhadap Financial Sustainability Ratio (FSR) karena menjadi exclude variables pada stepwise selection. Model regresi secara fit tidak dapat digunakan untuk memprediksi Financial Sustainability Ratio (FSR) pada periode pasca krisis.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu :

  1. Variabel yang digunakan sebagai faktor prediksi dalam penelitian ini memiliki lingkup penelitian yang cukup luas karena berkaitan dengan kondisi makro ekonomi di Indonesia dan kinerja keuangan bank yang dilihat dari berbagai aspek.
  2. Laba bulanan yang menjadi indikator sensitifitas variabel makro tidak diperoleh sesuai rencana awal penelitian sehingga peneliti melakukan forecast terhadap laba triwulanan pada setiap sampel yang diteliti.
  3. Periode data setelah krisis (2000-2005) memiliki rentang waktu yang cukup lama dengan variabel yang cukup luas. Sehingga sebaran/distribusi data yang dihasilkan jauh mendekati normal.

Saran yang bisa diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

  1. Disarankan untuk melakukan penelitian ulang pada masa mendatang dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi. Perubahan kebijakan yang sering terjadi khususnya di dunia perbankan berpeluang untuk mendapatkan data yang terdistribusi secara tiak merata pada periode penelitian yang cukup lama.
  2. Pada penelitian mendatang, aspek manajemen dapat digunakan sebagai factor prediksi sehingga penilaian kesehatan bank berdasarkan aspek CAMEL dapat diterapkan seluruhnya.
  3. Bagi peneliti yang akan mereplikasi penelitian asing, disarankan untuk memperhatikan format laporan keuangan yang digunakan sebagai analisis data dan peraturan perbankan yang dibuat pada tiap-tiap negara.