Minggu, 25 April 2010

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PADA BANK UMUM DEVISA PASCA KRISIS EKONOMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PADA BANK UMUM DEVISA PASCA KRISIS EKONOMI

Oleh : Luciana Spica Almilia (Staf pengajar STIE Perbanas Surabaya)

Riski Aprillia Nita (Alumnus STIE Perbanas Surabaya)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang memprediksi kinerja keuangan Bank Asing Exchange setelah periode krisis ekonomi. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah jatah keuangan CAMEL dan sensitivitas variabel ekonomi makro. Sebuah sampel yang terdiri 23 Bank Devisa terlibat dalam penelitian ini, sedangkan tiga variabel makroekonomi adalah suplai uang, indeks harga konsumen, dan suku bunga SBI. Metode stepwise regresi berganda digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil membuktikan bahwa di antara ransum CAMEL keuangan, hanya rasio kecukupan modal (CAR) terbukti memiliki dampak terhadap Keberlanjutan Keuangan Rasio (FSR). Sedangkan sensitivitas variabel ekonomi makro terbukti tidak memiliki dampak apapun pada Keberlanjutan Keuangan Rasio (FSR).

Kata kunci: kinerja bank, CAMEL, rasio kesinambungan keuangan, sensitivitas variabel ekonomi makro, regresi linier

Pendahuluan

Kondisi perbankan di Indonesia selama lima tahun terakhir, meskipun krisis moneter sudah berlalu, masih menunjukkan terdapatnya bank-bank yang belum dapat memenuhi ketentuan solvabilitas, likuiditas, profitabilitas maupun standar kepatuhan sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia. Hal tersebut mendorong terjadinya merger maupun terdapatnya bank yang dinyatakan beku operasi, sehingga mengakibatkan penurunan jumlah bank di Indonesia. Selama tahun 2001-2005, banyak kasus-kasus perbankan di Indonesia, pasca penyehatan perbankan setelah terjadinya krisis moneter tahun 1997. Beberapa kasus tersebut diantaranya pencabutan izin usaha Bank Credit Agricole Indosuez, penutupan Bank Dagang Bali dan Bank Asiatic, divestasi bank-bank rekapitulasi, merger dan pembekuan bank.

Kinerja perbankan belum sepenuhya bisa kembali sebagaimana sebelum krisis, meskipun pemerintah bersama Bank Indonesia telah melakukan berbagai tindakan untuk pemulihan. Kebijakan perbankan sepanjang tahun 2002 telah difokuskan pada kesinambungan upaya untuk mempercepat restrukturisasi perbankan. Namun terdapat ketidakstabilan kondisi fundamental ekonomi maupun gejolak sosial dan politik yang melatarbalakangi lambatnya proses pemulihan sector perbankan. Perkembangan perbankan selama tahun 2004 ini menunjukan kinerja yang membaik sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi makro di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan indikator-indikator utama perbankan yan terus menunjukkan tanda-tanda membaik, seperti LDR, NPL, profitabilitas dan CAR. LDR perbankan cenderung meningkat meskipun masih berada di sekitar 50 persen, sementara NPL terus menurun meskipun belum mencapai angka di bawah 5 persen sebagaimana yang diinginkan Bank Indonesia.

Untuk menilai pertumbuhan suatu bank, digunakanlah rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan yang berperan dalam perkembangan suatu bank terdiri dari :

- Rasio Efisiensi Operasional

- Rasio Kualitas Portofolio

- Rasio Kemampuan Berkelanjutan (meliputi Kemampuan Operasional Berkelanjutan dan Kemampuan Finansial Berkelanjutan)

Dari ketiga rasio tersebut, rasio berkelanjutanlah yang merupakan rasio penentu bahwa tinggi rendahnya tingkat profitabilitas bank ditentukan oleh tinggi rendahnya rasio berkelanjutan. Salah satunya adalah Financial Sustainability Ratio yang merupakan rasio tambahan minimum modal sendiri. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan suatu bank dan kemampuan suatu bank dapat melanjutkan kinerja keuangannya atau tidak, maka digunakanlah rasio tersebut untuk menganalisis kondisi dan kinerja suatu bank.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut tentang “Faktor-Faktor yang Memprediksi Kinerja Keuangan pada Bank Umum Devisa secara kuantitatif Pasca Krisis Ekonomi (2000-2005)”. Secara lengkap, penelitian ini akan memaparkan tentang Financial Sustainability Ratio sebagai variabel dependen terhadap rasio keuangan bank dan sensitifitas variabel makro ekonomi dimulai dari latar belakang penelitian, konsep teori yang mendasari penelitian dan analisis hasil serta kajian terkait dengan riset-riset yang telah ada sebelumnya.

Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Menurut Soeksmono dalam Amalia Rizky (2004) menyebutkan bahwa definisi Financial Sustainability adalah :

Alat ukur untuk menilai efisiensi suatu lembaga. Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tiap periodenya sehingga dapat diketahui kinerja keuangan dari bank tersebut agar dapat melanjutkan kegiatan operasinya atau tidak. Rasio ini digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja banknya. Rasio ini digunakan sebagai indikator terhadap keberlanjutan suatu bank, juga sebagai target penambahan modal sendiri.

Bank dapat melanjutkan kegiatan operasinya diharuskan untuk melakukan usaha atau menunjang kegiatan operasionalnya, yaitu dngan menambah pendapatan suatu bank. Media yang menjadi fokus dalam mengkomunikasikan Financial Sustainability terbagi menjadi tiga elemen yaitu : Besaran penerimaan atau level hutang, saldo anggaran dan persentase kenaikan pendapatan setiap tahun.

Robert Cull, Asli Dermiguc-Kunt dan Jonathan Morduch (2006) ingin membuktikan manakah yang lebih penting antara biaya yang dikeluarkan terkait dengan peningkatan kemampuan staf dan pemberian pelayanan kepada customer. Data penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan dari 124 perusahaan di 49 negara dengan periode pengamatan 1999-2002 yang diperoleh dari Microbanking Bulletin. Variabel dependen penelitian ini adalah profitabilitas yang diwakili dengan indikator financial self-sufficiency, operation self-sufficiency dan Return On Total Asset (ROA). Hasil penelitian membuktikan bahwa meningkatnya tingkat suku bunga memiliki hubungan dengan peningkatan kemampuan keuangan peminjam individu dimana peminjam individu memiliki hubungan positif dan signifikan dengan indikator profitabilitas.

Penilaian Kesehatan Bank

Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehatdan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan bagaimana bank tersebut harus dijalankan dengan baik atau bahkan dihentikan operasinya.

Metode atau cara penilaian tingkat kesehatan bank tersebut di atas kemudian dikenal sebagai metode CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity). Perhitungan yang digunakan dalam analisis rasio ini sebenarnya relatif sederhana, namun interpretasi terhadap rasio tersebut merupakan masalah yang cukup kompleks. Oleh karena itu, efektifnya rasio keuangan ini menginterpretasi rasio-rasio yang digunakan. Teknik analisis rasio memberi gambaran, posisi atau keadaan suatu bank. Beberapa penilaian kesehatan tersebut (telah dirasiokan) meliput :

  1. Faktor Permodalan (Capital)

Pada aspek permodalan ini yang dinilai adalah permodalan yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada : CAR, ATMR yang telah dibobot sesuai tingkat bobot resiko yang telah ditentukan, APYD, DPR dan Retention Rate,

  1. Faktor Kualitas Asset (Asset Quality)

Aspek kualitas asset ini merupakan penilaian jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank, yaitu dengan cara sebagai berikut : BDR dan Cadangan Aktiva yang Diklasifikasikan,

  1. Faktor Manajemen (Management)

Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas SDM dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari pendidikan serta pengalaman karyawan dalam manangani berbagai kasus-kasus yang terjadi. Komponen factor manajemen terbagi menjadi : Manajemen Umum, Penerapan Sistem Manajemen Resiko dan Kepatuhan Bank,

  1. Faktor Rentabilitas (Earning)

Pada aspek rentabilitas ini, yang dilihat adalah kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai bank. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Metode penilaiannya dapa juga dilakukan dengan : ROA, ROE, BOPO, NPL,

  1. Faktor Likuiditas (Liquidity)

Pada aspek likuiditas ini, penilaian didasarkan atas kemampuan bank dalam membayar semua kewajibannya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat memenuhi semua permohonan kredit yang layak untuk disetujui. Terdiri dari : LDR, Net Call Money to Current Asset.

Variabel Makro Ekonomi

Makro Ekonomi adalah bidang ilmu yang mempelajari keseluruhan ekonomi dalam bentuk jumlah barang dan jasa yang diproduksi, total pendapatan yang dihasilkan, tingkat pengangguran, serta sifat-sifat umum harga barang. Ekonomi makro dapat digunakan sebagai cara terbaik untuk menganalisis pengaruh target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.

Pengaruh Money Supply (M2) terhadap Financial Sustainability Ratio adalah positif, artinya angka multiplier M2 yang besar menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian berjalan dengan cepat karena uang primer yang keluar dari bank sentral dengan cepat mengalami penggandaan oleh BPUG. Sebaliknya, angka multiplier M2 yang kecil menunjukkan kegiatan perbankan sedang mengalami kelesuan.

Angka multiplier M2 yang terlalu tinggi perlu diwaspadai, karena ada kemungkinan sistem perbankan over ekspansive yang dapat menyebabkan kejatuhan bank-bank dan mendorong timbulnya krisis.

Pengaruh Indeks Harga Konsumen Umum (IHK) terhadap Financial Sustainability Ratio adalah negatif, artinya besarnya indeks tersebut dapat mengindikasikan peningkatan inflasi yang menyebabkan tingkat kebutuhan konsumen meningkat dan keinginan untuk melakukan tindakan saving menjadi berkurang. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap Financial Sustainability Ratio adalah negatif, artinya peningkatan suku bunga SBI akan mengakibatkan maturitas pinjaman yang semakin besar sehingga tingkat kinerja bank akan mengalami penurunan pertumbuhan bank tersebut.

Metoda Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang tercantum pada Direktori Perbankan Indonesia pada periode pasca krisis ekonomi, yaitu tahun 2000-2005 dan memiliki total asset kurang dari atau sama dengan 50 triliun dan Laporan Bulanan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia untuk indikator makro ekonomi. Pengambilan sampel menggunakan cara non-probabilitas, dimana besarnya peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak diketahui. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampel bertujuan berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu suatu metode pengambilan sampling dengan maksud untuk tujuan tertentu, yaitu mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh sudah dalam bentuk jadi/data yang sudah diolah. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder terdiri atas :

  1. Data sekunder berupa Laporan Keuangan Tahunan Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode 2000-2005,
  2. Indikator makro ekonomi diambil dari Laporan Bulanan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Untuk Indikator Makro Ekonomi.

Analisis Data

Sebelum dilakukan pengujian regresi berganda, dilakukan pengujian asumsi klasik normalitas, multikolinieritas, outokorelasi dan hetroskedasitas. Dan hasil pengujian asumsi klasik menunjukan bahwa model yang digunakan berdistribusi normal dan terbebas dari multikolinieritas, outokorelasi dan hetroskedasitas. Dari hasil uji F menunjukkan bahwa variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh terhadap variabel dependen, dimana probabilitas signifikansi sebesar 0,022 lebih kecil dari 0,05.

Secara keseluruhan, keadaan Return On Total Asset paling baik ditunjukkan pada tahun 2005 dengan nilai rata-rata terbesar yaitu 1,90 persen dibandingkan rata-rata secara keseluruhan sebesar 0,38 persen dan rata-rata data tiap tahun yang digunakan selama periode penelitian. Sebaliknya, kinerja bank kemungkinan terjadi penurunan pada tahun 2000 karena Return On Total Asset memiliki nilai terendah sebesar -3,91 jauh dibawah rata-rata secara keseluruhan yang bernilai positif. Kesimpulannya distribusi data pada rasio ini kurang baik, sehingga memungkinkan untuk memiliki nilai yang tidak signifikan.

Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan sampel 23 Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang mempublikasikan laporan keuangannya pada Direktori Perbankan Indonesia periode tahun 2000-2005 dan memiliki total asset kurang dari atau sama dengan 50 triliun dan laporan bulanan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia untuk indikator makro ekonomi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan metode stepwise selection. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris atas dua hipotesis yang secara simultan dapat digunakan untuk memprediksi kinerja keuangan perbankan pada Bank Umum Devisa, dengan hasil sebagai berikut :

- Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabel CAR yang berpengaruh signifikan terhadap Financial Sustainability Ratio (FSR). Model regresi secara fit dapat digunakan untuk memprediksi Financial Sustainability Ratio (FSR) pada periode pasca krisis dengan nilai signifikasi sebesar 0,022.

- Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini menunjukan bahwa sensitifitas variabel makro ekonomi yaitu money supply (S_M2), Indeks Harga Konsumen Umum (S_IHK) dan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (S_SBI) tidak berpengaruh terhadap Financial Sustainability Ratio (FSR) karena menjadi exclude variables pada stepwise selection. Model regresi secara fit tidak dapat digunakan untuk memprediksi Financial Sustainability Ratio (FSR) pada periode pasca krisis.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu :

  1. Variabel yang digunakan sebagai faktor prediksi dalam penelitian ini memiliki lingkup penelitian yang cukup luas karena berkaitan dengan kondisi makro ekonomi di Indonesia dan kinerja keuangan bank yang dilihat dari berbagai aspek.
  2. Laba bulanan yang menjadi indikator sensitifitas variabel makro tidak diperoleh sesuai rencana awal penelitian sehingga peneliti melakukan forecast terhadap laba triwulanan pada setiap sampel yang diteliti.
  3. Periode data setelah krisis (2000-2005) memiliki rentang waktu yang cukup lama dengan variabel yang cukup luas. Sehingga sebaran/distribusi data yang dihasilkan jauh mendekati normal.

Saran yang bisa diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

  1. Disarankan untuk melakukan penelitian ulang pada masa mendatang dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi. Perubahan kebijakan yang sering terjadi khususnya di dunia perbankan berpeluang untuk mendapatkan data yang terdistribusi secara tiak merata pada periode penelitian yang cukup lama.
  2. Pada penelitian mendatang, aspek manajemen dapat digunakan sebagai factor prediksi sehingga penilaian kesehatan bank berdasarkan aspek CAMEL dapat diterapkan seluruhnya.
  3. Bagi peneliti yang akan mereplikasi penelitian asing, disarankan untuk memperhatikan format laporan keuangan yang digunakan sebagai analisis data dan peraturan perbankan yang dibuat pada tiap-tiap negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar